PERJANJIAN merupakan suatu “perbuatan”, yaitu perbuatan hukum,
perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Perjanjian juga bisa dibilang
sebagai perbuatan untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban, yaitu
akibat-akibat hukum yang merupakan konsekwensinya. Perbuatan hukum
dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan
sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut
prestasi.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
a. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
b. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan
pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan
sepihak oleh pemerintah.
1. Jenis-jenis kontrak standar
• Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan
kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat
dibedakan menjadi:
a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
• Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya
dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak standar menyatu;
b. kontrak standar terpisah.
• Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan
2. Macam – Macam Perjanjian
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
3. Syarat sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halaL
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut
syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran
objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan
perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian
yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut
tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
4. Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh
salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki
dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
SUMBER:
http://legalakses.com/perjanjian/
http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
http://maiyasari.wordpress.com/2010/04/23/hukum-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar